14 October 2010

Mukhairiq Adalah Sebaik-baiknya Yahudi

Sabbatai Zevi
(Courtesy of Thomas Coenen, Ydele Verwachtinge der Joden, Amsterdam, 1669)


Kalimat tersebut begitu mengejutkan saya pada awalnya, karena kalimat tersebut keluar dari baginda Rasulullah saw., yang seakan-akan beliau mengisyaratkan "masih adanya Yahudi yang baik".

Benarkah ada Yahudi yang baik? Pertanyaan inilah yang kemudian memacu adrenalin saya untuk berburu ke masa lalu. Akhirnya saya mendapat titik terang melalui tiga buku berikut ini:

  • Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam;
  • Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury;
  • 65 Manusia Langit, Perjalanan hidup Sahabat Rasulullah saw, karya Dr. Abdurrahman Ra’fat al-Basya.

Dari tiga buku tersebut saya menemukan setidaknya ada 4 (empat) nama yang terkait dengan "Yahudi":

  • Salman al-Farisi
  • Abdullah ibnu Salam
  • Mukhairiq
  • Ibnu al-Hayyaban



SALMAN AL-FARISI: Si Lampu Kandil dari Persia

Ibnu Hisyam mengatakan bahwa, Ibnu Ishaq mendapatkan keterangan langsung dari Ashim bin Umar bin Qatadah al-Anshari yang didapatnya dari Mahmud bin Labid yang diperoleh dari Abdullah bin Abbas, menceritakan bahwa suatu hari Salman al-Farisi bercerita langsung kepada Abdullah bin Abbas:

Aku orang Persia, tepatnya dari Asfahan di desa yang bernama Jayyu. Ayahku seorang tokoh di desaku dan aku adalah mahluk Allah yang paling dicintainya (maksudnya ia merasa beruntung telah dibimbing Allah SWT. untuk mendapatkan hidayah-Nya memeluk Islam). Ia (ayahnya) amat mencintaiku hingga ia memingitku di rumah sebagaimana anak gadis dipingit di rumah. Aku serius memeluk agama Yahudi hingga aku menjadi penjaga api yang harus menyala terus dan tidak boleh padam sesaat pun...

Itu adalah cuplikan dari penuturan Salman al-Farisi yang dengan jelas sekali ia dulunya beragama Yahudi, dan kemungkinan besar keluarganya terutama ayahnya adalah seorang Rabbi, hal ini ditunjukkan dengan tanda-tanda:

  • Kondisi Salman yang dipingit dalam rangka menjalankan tugas menjaga api yang tidak pernah padam. Seperti diketahui, dalam kultur Yahudi kuno dikenal dengan adanya "Api Abadi" yang selalu menyala dan api ini khusus berada di kuil Yahudi (Synagogue), sedangkan para abdi Synagogue ini hanya bisa dilakukan oleh kaum laki-laki saja. Sebagaimana yang diutarakan oleh Arimasa Kubo dalam artikelnya yang berjudul Israelites Came To Ancient Japan.

  • Kembali ke masa lalu, dua kerajaan besar Israel dijajah dan dideportasi sebagian ke Assyria dan sebagian lagi ke Babilonia yang kemudian kerajaan Babilonia berpindah tangan ke kekaisaran Persia. Pada masa itu kebijakan Assyria maupun Babilonia dan Persia telah mendorong asimilasi kultur agama Yahudi dengan kultur ketiga penjajah tersebut. Sehingga sangat dimungkinkan kultur Yahudi yang dipeluk Salman al-Farisi saat itu merupakan warisan kultur dari kerajaan-kerajaan Israel yang diasingkan di Persia.

Selanjutnya Salman menceritakan bahwa ia tahu tentang agama Nasrani dan Islam secara tidak sengaja atau dengan kata lain tidak ia dapatkan dari apa yang diajarkan oleh agama sebelumnya, Yahudi. Hal ini berawal ketika Salman disuruh ayahnya untuk menggantikannya mengurus ladang karena saat itu ayahnya sedang disibukkan dengan pengurusan suatu bangunan.

Dalam perjalanannya, Salman kebetulan melihat sebuah gereja dan mendengar suara-suara seperti yang sedang beribadah di dalamnya. Salman tertarik dengan kultur ibadah kaum Nasrani ini, dan setelah mendapatkan informasi bahwa agama ini berasal dari negeri Syam, maka dimulailah petualangan spiritualisme Salman al-Farisi yang kala itu sudah membulatkan tekad untuk masuk agama Nasrani.

Salman berpetualang ke negeri Syam dengan menumpang rombongan kafilah dagang dari Syam yang hendak pulang ke negerinya. Sesampainya di sana ia kemudian berguru pada seorang Pendeta Nasrani, hanya saja Ibnu Hisyam tidak menyebutkan nama Pendeta tersebut.

Beberapa lama kemudian Pendeta tersebut merekomendasikan Salman untuk lebih memperdalam agama Nasrani pada seseorang Pendeta yang terpercaya akan ahlaknya dan pengetahuannya, Ibnu Hisyam menyebut namanya sebagai Pendeta al-Maushil. Saat Pendeta al-Maushil meninggal, kemudian ia diwasiatkan untuk menemui seorang Pendeta an-Nashibin. Sama seperti sebelumnya, saat Pendeta an-Nashibin meninggal, Salman diwasiatkan untuk berguru lebih lanjut ke Pendeta Ammuriyah.

Kali ini Salman berguru lebih lama kepada Pendeta Ammuriyah hingga bersamaan itu pula ia telah mempunyai beberapa ternak. Menjelang kematian Pendeta Ammuriyah, ia mewasiatkan kepada Salman:

Anakku, demi Allah, sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang engkau bisa aku perintahkan untuk pergi kepadanya, melainkan telah dekat akan datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah di antara dua daerah yang berbatu dan di antara dua daerah tersebut terdapat Kurma. Nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan, ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi ke negeri tersebut, pergilah engkau ke sana!

Setelah kematian Pendeta Ammuriyah, Salman kemudian menemui kafilah dagang yang kebetulan melewati kediamannya. Salman kemudian bernegoisasi dengan mereka yaitu mengantarkan Salman ke negeri Arab dan sebagai gantinya Salman menyerahkan ternak miliknya kepada mereka.

Namun di tengah perjalanan, tanpa diduga sebelumnya, saat mereka tiba di Wadil Qura, sebuah lembah antara Madinah dan Tabuk (dekat Suriah), kafilah dagang tersebut kemudian menjual Salman sebagai budak kepada seorang Yahudi. Kebetulan Yahudi tersebut bermukim di Madinah.

Di tengah kesedihannya karena telah dikhianati oleh rombongan tersebut, Salman terhiburkan oleh pembuktian dari ramalan yang ia dapatkan dari gurunya, bahwa ternyata geografi Madinah cocok sekali dengan gambaran yang diceritakan Pendeta Ammuriyah. Hanya saja saat itu Nabi Muhammad saw. belum berhijrah ke Madinah. Setelah tiba peristiwa hijrah Rasulullah saw., Salman kemudian menemui Rasulullah saw. di Quba (5 km dari Madinah). Dari sini dapat dikatakan bahwa perjumpaan pertama Salman dengan Rasulullah saw. terjadi di Quba sebelum Rasulullah saw. tiba di Madinah.

Berbekal informasi ramalan dari guru sebelumnya, saat menghadap Rasulullah saw. kemudian Salman menyodorkan sedekah makanan yang telah ia siapkan sebelumnya. Salman terkejut ketika melihat Rasulullah saw. malah memberikannya kepada para sahabatnya dan memerintahkannya untuk memakannya, sedangkan beliau sendiri tidak memakannya. Inilah tanda pertama yang dilihat Salman dari tanda-tanda kenabian Rasulullah saw. yang digambarkan Pendeta Ammuriyah.

Kemudian Rasulullah saw. melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Setibanya di sana, Salman kemudian menyodorkan sesuatu yang ia pertegas sendiri kepada Rasulullah saw. bahwa itu adalah hadiah darinya bukan sedekah, dan Salman pun terkejut kedua kalinya saat ia melihat Rasulullah saw. memakan hadiah makanan dari Salman. Ini adalah tanda kedua yang digambarkan Pendeta Ammuriyah.

Kemudian saat Rasulullah saw. sedang menghadiri pemakaman salah seorang sahabatnya di Baqi al-Gharqad, Salman duduk tepat di belakang Rasulullah saw. Saat itu beliau mengetahui niat Salman yang ingin melihat punggung beliau, oleh karena itu disingkapkannya kain yang menutupi pundak beliau, sehingga Salman dapat melihat jelas punggung Rasulullah saw.

Semenjak itulah Salman sambil menangis menyatakan masuk Islam langsung di hadapan Rasulullah saw. Dari sini dapatlah diketahui bahwa Salman baru masuk Islam di Madinah dalam peristiwa hijrahnya Rasulullah saw. Hanya saja ketika pertama kali Salman masuk Islam, statusnya masih budak dari Yahudi. Sehingga inilah yang menjadi jawaban atas ketidakhadiran Salman dalam Perang Badar dan Perang Uhud.

Diketahui juga bahwa kapan Salman mulai merdeka dari status budaknya dapat dilihat dari partisipasinya dalam Perang Khandak. Ibnu Hisyam mengungkapkan bahwa Rasulullah saw. (yang berperan besar dalam memerdekakan Salman) menyuruh Salman untuk menebus statusnya sebagai budak kepada Yahudi yang menjadi tuannya dengan 300 pohon kurma dan emas 40 ons yang didapatkan dari bantuan Rasulullah saw.

Hal lain yang menarik untuk dikisahkan dari Salman al-Farisi adalah wasiat ramalan lainnya dari gurunya yaitu Pendeta Ammuriyah tentang seorang sosok yang fenomenal. Ibnu Hasyim menuturkan bahwa Ashim bin Umar bin Qatadah bercerita langsung kepada Ibnu Ishak, bahwa Ashim bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz bin Marwan, bahwa suatu hari Salman pernah bercerita kepada Rasulullah saw tentang wasiat lain yang diutarakan Pendeta Ammuriyah kepada dirinya:

Pergilah engkau (wahai Salman) ke daerah ini dan itu di wilayah Syam, karena di sana engkau akan menemui seorang laki-laki yang hidup di antara dua hutan. Pada setiap tahun ia keluar dari satu hutan ke hutan yang satunya lagi karena ia telah ditunggu oleh orang-orang yang sakit. Setiap kali ia mendoakan salah seorang dari mereka (yang sakit), pasti orang tersebut sembuh dari sakitnya. Bertanyalah engkau kepadanya perihal agama yang engkau cari, pasti ia akan menjelaskannya kepadamu!

Salman pun pergi menuju tempat yang digambarkan pendeta Ammuriyah. Ketika Salman tiba di tempat itu, ia melihat sekumpulan orang-orang yang sakit yang terlihat seperti sedang menunggu kedatangan seorang tabib.

Beberapa malam kemudian muncullah orang yang ditunggu-tunggu tersebut keluar dari hutan ke hutan yang lain dan orang-orang banyak membuntutinya. Ketika itulah Salman melihat setiap kali orang itu mendoakan yang sakit, keajaiban muncul dengan sembuhnya orang itu dari sakitnya.

Melihat keajaiban tersebut, kemudian Salman menemui orang tersebut, dan ketika orang itu menanyakan siapakah Salman, Salman kemudian balik menanyakan perihal Hanafiyah yaitu berkenaan tentang Agama Ibrahim. Orang itu kemudian berkata:

Engkau menanyakan tentang sesuatu yang tidak ditanyakan manusia pada hari ini. Sungguh telah dekat kepadamu jaman kemunculan seorang Nabi yang diutus dengan membawa agama tersebut dari tanah suci. Pergilah engkau kepadanya, pasti ia akan membawamu kepada agamanya!

Ketika mendengar cerita tersebut, Rasulullah saw. terkejut sambil berkata: "Hai Salman, jika penuturanmu ini benar, sungguh engkau telah bertemu dengan Isa bin Maryam".

Rasulullah saw. punya gelaran lain untuk Salman yang kelak membuat ia dikagumi dan dihormati oleh para sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu hari Rasulullah saw. menjabat tangan Salman, beliau bersabda:

"Seandainya iman laksana lampu kandil, maka sungguh akan diambil banyak orang."

Artinya Salman termasuk orang yang punya daya juang tinggi untuk bersiteguh terus mencari apa yang sangat didambakannya. Hal ini menggambarkan pula bahwa Salman menjadi icon sosok Yahudi yang belum pernah sebelumnya mengetahui tentang Islam, di mana ia bertemu dengan Islam secara tak diduga sebelumnya dan dengan proses perjalanan yang begitu panjang dan berliku.



HUSHAIN "ABDULLAH" BIN SALAM: Rabbi yang Ahlul Jannah

Saat Abdullah bin Salam bertemu pertama kali dengan Rasulullah saw., Rasulullah saw. bertanya kepadanya: "Siapakah namamu?", ia menjawab: "Saya adalah Hushain bin Salam", kemudian Rasulullah saw. bersabda: "Bukan! Namamu adalah Abdullah bin Salam". Semenjak itulah ia sering dipanggil Abdullah bin Salam (Ibnu Salam).

Siapakah sebenarnya Ibnu Salam itu? Yang sering disebut-sebut Rasulullah saw. sebagai salah satu dari sahabat  yang telah dijanjikan menjadi penduduk surga.


Adalah Hushain bin Salam disegani dan menjadi panutan kalangan Yahudi Yatsrib (Madinah) karena ia seorang Rabbi Besar Yahudi yang terkenal sebagai ahli kitab, ahli tasawuf serta ‘abid dan zuhud. Dikisahkan di masa-masa pertama ia masuk Islam, suatu hari datanglah serombongan Yahudi ke rumah Rasulullah saw., di saat itulah Rasulullah saw. menanyakan perihal dirinya kepada mereka: "Bagaimana kedudukan orang yang bernama al-Hushaini bin Salam di tempat kalian?", rombongan Yahudi itu menjawab: "Ia adalah pemimpin kami dan anak pemimpin kami. Ia Uskup kami dan Pendeta kami".


Pada masa hijrah Rasulullah saw., ia merupakan awalun Yahudi Madinah yang masuk Islam dan Rasulullah saw. mengganti namanya menjadi Ibnu Salam. Pasca masuk Islam, intelektualitas teologi Ibnu Salam menjadi andalan kaum muslimin dalam mendakwahkan Islam kepada kaum Yahudi, termasuk yang memenuhi ajakannya adalah anak dan istrinya, Khalidah sang bibi, dan Salamah sang kemenakan.

Berikut salah satu cuplikan asbab an-nuzul surah al-Baqarah 130 dalam al-Qur’an yang menggambarkan intelektualitas teologi Ibnu Salam dalam berda’wah kepada kaumnya:

Diriwayatkan dari Ibnu Uyainah bahwa Ibnu Salam mengajak dua anak saudaranya, Salamah dan Muhajir untuk masuk Islam dengan berkata: "Kamu berdua telah mengetahui, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman di dalam Taurat, bahwa Ia akan mengutus dari keturunan Ismail, seorang Nabi bernama Mehmedhym (Ahmad). Barangsiapa yang beriman kepadanya, ia telah mendapat petunjuk dan bimbingan, dan barangsiapa yang tidak iman kepadanya, akan dilaknat". Maka masuk Islamlah Salamah, akan tetapi Muhajir menolak. Maka turunlah al-Baqarah 130.

Mungkin terlalu banyak untuk mengupas biografi Abdullah bin Salam untuk diuraikan di sini, dan lebih lanjut perihal sahabat Rasulullah saw. yang satu ini dapat ditelaah dalam tafsir dan asbabun nuzul surah al-Baqarah 97 dan 130, ar-Ra’d 36, al-‘Ankabuut 47, dan al-Ahqaaf 10, karena memang Abdullah bin Salam termasuk juga dari kalangan sahabat yang diabadikan dalam al-Qur’an.

Yang pasti, Ibnu Salam merupakan icon dari sosok Yahudi yang mengetahui lebih dalam perihal akan ramalan akan datangnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. berdasarkan yang tersurat dan tersirat dalam kitab-kitab Yahudi.


MUKHAIRIQ: Sebaik-baiknya Yahudi

Mukhairiq adalah salah satu tokoh Yahudi dari Bani Tsa’labah yang ikut berperang dengan Rasulullah saw. di perang Uhud. Ibnu Hisyam mengungkapkan bahwa Mukhairiq sebenarnya adalah seorang Uskup atau Rabbi Besar Yahudi Yatsrib, ahli teologi dan ahli kitab, serta kaya raya karena punya banyak perkebunan Kurma.

Kebetulan saat itu peperangan Uhud terjadi pada hari Sabtu (Sabbath) yang bagi Yahudi adalah hari pelarangan beraktifitas apalagi berperang, sehingga kebanyakan Yahudi tidak ikut berperang bersama Rasulullah saw. melawan Musyrikin Quraisy.

Mukhairiq menentang keputusan kaumnya dengan dalih bahwa mereka sudah terikat perjanjian dalam Piagam Madinah yang telah disepakati bersama-sama dengan Rasulullah saw. sehingga larangan hari Sabtu menjadi gugur. Salah satu cuplikan yang menggambarkan intelektual teologi dan ahli kitab, Mukhairiq, yaitu Ibnu Hisyam mengungkapkan bahwa di hadapan kaumnya, Mukhairiq sempat berwasiat:


"Hai orang-orang Yahudi, demi Allah, sesungguhnya kalian pasti mengetahui bahwa kemenangan Muhammad atas kalian adalah pasti benar", orang-orang Yahudi itu lalu menjawab: "Sesungguhnya sekarang adalah hari Sabbath". Kemudian Mukhairiq kembali menegaskan: "Tidak ada hari Sabbath bagi kalian!". Setelah itu Mukhairiq pergi menemui Rasulullah saw. dan di hadapan para sahabat-sahabat Rasulullah saw. dan beberapa sejawat Mukhairiq, ia berwasiat: "Jika aku terbunuh pada hari ini, seluruh kekayaanku aku serahkan kepada Muhammad. Ia bebas untuk mengelolanya sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah kepadanya".

Dalam Perang Uhud, Mukhairiq tewas terbunuh, dan sesuai wasiatnya, Rasulullah saw. kemudian menahan semua harta kekayaan Mukhairiq. Ibnu Hisyam kemudian menceritakan bahwa semua sedekah Rasulullah saw. saat di Madinah, semuanya berasal dari warisan pemberian Mukhairiq kepada Rasulullah saw.

Mukhairiq merupakan icon sosok Yahudi yang paham benar dengan Islam, hanya saja baik Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak serta Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury sendiri dalam bukunya tidak menyebutkan apakah Mukhairiq sempat masuk Islam atau tidak menjelang kematiannya. Yang pasti pasca perang Uhud ketika jenasah Mukhairiq ditemukan dan dilaporkan Rasulullah saw, di situlah muncul sabda Rasulullah saw. yang fenomenal tersebut, “Sesungguhnya Mukhairiq adalah sebaik-baiknya Yahudi”.


IBNU AL-HAYYABAN: Merindukan Nabi Namun Tak Pernah Bertemu Nabi

Ibnu Hisyam dan Ibnu Ishak menyinggung pula tentang sosok Ibnu al-Hayyaban, seorang Yahudi yang alim, imigran dari Syam yang kemudian menetap di Madinah.

Kisahnya bersumber dari keturunan Bani Quraidzah di Madinah yang suatu saat dikunjungi oleh Bani Hadl. Dari Bani Hadl inilah terungkap bahwa Ibnu al-Hayyaban adalah seorang Yahudi alim yang datang kepada Bani Hadl kemudian menetap bersama mereka hingga meninggal.

Selama ia tinggal bersama mereka, Ibnu al-Hayyaban sering dimintai pertolongan untuk memohonkan hujan di saat Bani Hadl sedang dilanda kekeringan.


Namun suatu saat ketika ia dimintai pertolongan, kali ini ia menolak, "Tidak, demi Allah, aku tidak mau melakukannya hingga kalian mengeluarkan sedekah di tempat kalian keluar sebanyak satu sha’ kurma atau dua mud gandum".

Setelah Bani Hadl bersedekah, Ibnu al-Hayyaban kemudian bermunajat dan belum lagi ia beranjak dari tempatnya, terlihat mendung yang mulai menurunkan hujan. Sekalipun hujan telah turun, Ibnu al-Hayyaban mengulangi munajatnya hingga saat yang ketiga kali ia pun meninggal. Sesaat sebelum meninggal, Ibnu al-Hayyaban berkata kepada Bani Hadl:


Hai orang-orang Yahudi, tahukah kamu aku diusir dari negeri roti dan minuman keras kemudian datang ke negeri yang sedang kelaparan dan menderita? Ketahuilah sesungguhnya kedatanganku ke negeri ini untuk menunggu seorang Nabi yang sudah dekat kedatangannya dan negeri ini adalah tempat hijrahnya. Aku sangat berharap ia diutus selagi aku masih hidup, hingga aku mengikutinya karena sesungguhnya masa kemunculannya telah dekat dengan kalian.

Penantian panjang Ibnu al-Hayyaban berakhir tanpa sempat bertemu dengan baginda Rasulullah saw., karena ia meninggal dua tahun sebelum munculnya Islam di Mekah.


SOSOK YAHUDI LAINNYA

Masih banyak sosok-sosok Yahudi lainnya yang terjun dalam khasanah Islam dan tidak sedikit pula dari mereka pada akhirnya memilih masuk Islam:

  • Abu al-Hasan Ali ibnu Sahl Rabban at-Tabari (838-870 m), seorang Qodi (hakim), ilmuwan, ahli medik dan psikolog. Ia adalah pelopor dari penulisan ensiklopedia medik dan pionir dari ilmu pediatrik dalam kajian tumbuh kembang anak. Selain itu ia pun sangat mahir berbahasa Ibrani, Aramaic dan Latin Yunani, sehingga banyak dari karya tulisnya telah diterjamahkan ke dalam bahasa-bahasa tersebut, seperti kitab Firdaus al-Hikmah (al-Kunnash) yang berisikan ilmu pengetahuan tentang medik, kemudian kitab Hafzh al-Sihhah (Kesehatan Tubuh), ar-Ruqa (tentang ruqyah), al-Hijamah (bedah bekam), dan Tartib al-‘Ardhiyah (Diet Nutrisi). Abu al-Hasan terlahir sebagai Yahudi di kota Tabaristan yang kemudian masuk Islam di masa Abbasiah, khalifah al-Mu’tasim. Kelak muncul dari salah satu muridnya yang justru melebihi prestasi Abu al-Hasan, yaitu Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya ar-Razi (Rhazes).

  • Rabbi Moshe ben Maimon disingkat Rambam atau yang lebih dikenal lagi dengan Moses Maimonides (1135-1204 m), adalah seorang Rabbi Yahudi, ilmuwan dan ahli filsafat. Ia dilahirkan dalam lingkungan keluarga Yahudi yang waktu itu adalah masa kekhalifahan Islam di Andalusia yang terkenal sebagai masa-masa keemasan Yahudi. Sekalipun ia tidak masuk Islam, namun Maimonides banyak mempelajari ilmu-ilmu Islam terutama Tasawuf hingga kelak pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi oleh Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan Imam al-Ghazali. Ia menjadi satu-satunya Yahudi yang punya pengaruh kuat dalam alam pemikiran filsafat dunia barat setelah ia terkenal telah mengkritik tajam ajaran Aristoteles hingga mengubah pandangan dunia barat dari padanya. Pengaruhnya pada dunia Yahudi adalah saat ia merumuskan 13 Prinsip Keimanan Yahudi (13 Principles of Jewish faith) yang terkenal hingga sekarang terutama kalangan Yahudi Orthodox yang telah memasukkannya dalam Siddur (buku doa Yahudi). Selain itu ia pun menyusun kitab Guide for the Perplexed, sebuah kitab yang banyak mengkoreksi Torah Mishnah.

  • Di jaman kekuasaan dinasti Hulagu Khan Mongol, yaitu di era antara kaisar Mahmud Ghazan, Muhammad Khodabandeh (Oljeitu), hingga Abu Sa'id dan Ali Shah, dikenal Rashid ad-Din Hamadani (1247-1318 m), seorang ilmuwan dan antropologi Yahudi dari Hamadan Persia. Rashid ad-Din masuk Islam pada umur 30 tahun , dan di kemudian hari salah satu karya besarnya adalah Jami’ at-Tawarikh (Compendium of Chronicles), sebuah ensiklopedi sejarah yang mengulas sejarah manusia dari Nabi Adam as hingga dinasti Mongol di jamannya. Karya terakhirnya yang mulai dicetak dalam multibahasa adalah Jami’ at-Tasanif ar-Rashidi (The Collected Works of Rashid), yaitu sebuah kumpulan hasil karya-karyanya. Dari karya-karyanya tersebut ia pun digelari dengan beberapa nama seperti Rashid ad-Din Fadhlullah Hamadani atau Rashid ad-Din Tabib.

  • Di jaman khalifah Sultan Mehmed IV, dikenal pula Sabbatai Zevi (Shatz Tzvi) (1626-1676 m), seorang Rabbi Yahudi Messianic yang juga mempraktikkan Kabbala. Sabbatai Zevi kemudian masuk Islam di jaman khalifah Sultan Mehmed IV, perpindahannya menjadi muslim menjadi sumber pergolakan dalam kalangan Yahudi Messianic dan gerakan yang justru didirkannya sendiri, Yahudi Sabbatea.

Icon Yahudi Pro Islam di jaman modern saat ini yang punya visi hampir sama dengan Salman, Ibnu Salam dan Mukhairiq di antaranya:

Neturei Karta, kelompok Yahudi Anti Zionis, yang bagi kalangan Zionis Israel terkenal sebagai salah satu kelompok Yahudi Orthodox yang paling keras kepala dan paling ekstrim menentang Zionis Israel.


NETUREI KARTA
(Courtesy of www.nkusa.org)

Lalu ada Leopold Weiss (Muhammad Assad) dulunya adalah Yahudi pemerhati Islam yang kemudian menjadi muslim dan salah karyanya yang fenomenal di dunia adalah The Road to Mecca.

Dikenal juga Uriel “Uri” Davis, Ph.D, seorang intelektual Yahudi di Israel pendiri MAIAP (Movement Against Israeli Apartheid in Palestine) dan AL-BEIT (Association for the Defense of Human Rights in Israel) yang kemudian beralih menjadi muslim dan aktif di organisasi FATAH di Ramallah Palestina.

Moses Maimonides
(Courtesy of Rainer Zenz - en.wikipedia.org)


Muhammad "Leopold Weiss" Assad
(Courtesy of www.webislam.com)


Uri Davis
(Courtesy of www.uridavis.info)